KANALDESA.ID (Klaten, Jawa Tengah) — Hari ini, Senin (18/01), ARI KS Center menggelar diskusi virtual dalam kemasan jagongan kekinian. Implementasi Budaya Dasar menjadi topik utama dalam perbincangan, bertempat di Omah Trasan, Juwiring, Klaten, Jawa Tengah. Hadir dalam jagongan tersebut empat pegiat sosial budaya, yakni: Ari Koeswanto sebagai owner ARI KS Center, Joe Lesta sebagai pegiat media massa Klaten, Tito Triatmoko sebagai analis politik, dan Ika NH sebagai pegiat Literasi Klaten.
Sementara itu, Joe Lesta yang berperan sebagai moderator diskusi mencoba melempar tema tentang bergesernya budaya-budaya baik yang selama ini terjaga di entitas-entitas kecil bernama keluarga. Ia secara konkrit membuka diskusi tentang fenomena anak-anak yang sekarang masiv mulai melepaskan norma-norma yang dahulu ketat diberlakukan di rumah-rumah. Seperti kebiasaan cium tangan pada orang tua, penggunaan bahasa jawa kromo (halus) anak-anak kepada orang tua, dan pergeseran sebutan ayah dan ibu.
Kemudian, Tito Triatmoko, analis politik menyoroti dari segi budaya, mengungkapkan bahwa ini adalah upaya penggerusan budaya dimana ini terjadi karena longgarnya kontrol negara yang berfungsi sebagai regulation maker sehingga upaya pendegradasian moral dan budaya perlahan tetapi masiv terjadi dari waktu ke waktu.
Sedangkan, Ika Nidaul Haq, Pegiat literasi juga pendidikan Klaten memandang ini upaya degradasi nilai budaya yang dilegitimasi dalam lembaga pendidikan formal yang bernama kurikulum. Pendidikan budaya sangat erat kaitannya dengan pendidikan moral, sementara porsi pembelajaran pendidikan moral yang diberikan sesuai amanah kurikulum 2013 hanya sedikit jika mengacu pada kompetensi dasar yang disajikan dalam materi-materi tematik.
Selain itu, menurutnya, munculnya sekolah-sekolah berbasis full day semakin menggerus nilai-nilai budaya. Anak didik sekarang seperti dikejar-kejar bagaimana mendapatkan nilai kuantitatif yang baik dari pada bagaimana menanamkan karakter baik di balik nilai kuatitatif itu sendiri. Peran orang tua sebagai agen utama transmisi nilai-nilai budaya sudah bergeser ke sekolah formal di mana pola didik sekolah formal sudah jelas mengacu pada kurikulum pragmatis yang miskin implementasi budaya. Pendidikan berkarakter seolah hanya menjadi jargon semata.
Terakhir, Ari Koeswanto, dalam penjelasannya, membagi budaya menjadi tujuh unsur. Unsur dalam kebudayaan terdiri dari semua aspek mengenai tata laksana hidup didalamnya, yaitu ;
Ilmu Pengetahuan, Religi dan Spiritual, Sistem Organisasi Kemasyarakatan, Bahasa dan Sastra, Sistem Peralatan atau Teknologi, Ekonomi Keuangan, dan Kesenian.
Ketujuh bidang tersebut merupakan pokok dari unsur kebudayaan, maka masyarakat akan dapat mengetahui atau mengukurnya mengenai kultur sebuah bangsa, sampai sejauh mana mereka menjalankan kehidupan dibedah dari ketujuh unsur tersebut.
Jadi, menurutnya, bagaimana masyarakat melakukan perubahan perilaku ini didasarkan pada nilai nilai kultural masa lalu, saat ini dan yang akan datang, maka diperlukan Strategi Kebudayaan. Bagaimana kita menuju kultur baru kedepan agar jati diri bangsa tetap terjaga.
Ada beberapa poin rekomendasi yang disodorkan oleh ARI KS Center, diantaranya menyangkut proyek kekinian, bahwa masyarakat harus berhati-hati dengan fake internet, harus bisa menyaring informasi yang benar dan orisinil. Jangan sampai malah menelan informasi yang palsu, hoaks, pencitraan bahkan pembodohan, agar pelemahan pikiran dan mental tidak terus membudaya. (MH/Red)
Related Posts
Sambangi Warga Desa Pundungsari Trucuk, Bupati Klaten Singgung Produk Beras Rojolele Srinuk
Harapan Bupati Klaten Pada Penutupan KBMKB Ke-24 Desa Geneng Prambanan
Kades Kebonalas Supriyanto: Sambang Warga Ibu Bupati Klaten Meresmikan Kampung Buah Tlatar
Kades Dwi Dono Lisnanto: Pertanian Merupakan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Somokaton
Pertama dan Satu-Satunya di Indonesia, Aplikasi “Si Supat” Berbasis Website Akses Langsung ke Konsumen Pengguna BBM
No Responses